UndangUndang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara : Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1986 (5/1986) Tanggal: 29 DESEMBER 1986 (JAKARTA) Sumber: LN 1986/77 Tentang: PERADILAN TATA USAHA NEGARA Indeks: ADMINISTRASI. KEHAKIMAN.

Hukum Acara dan Praktek Peradilan Tata Usaha NegaraLatihan Diskusikan Pertanyaan di bawah saudara jelaskan dimana letak perbedaan antara tugas hakim Peradilan TataUsaha Negara dengan tugas hakim di Peradilan Umum !Jawaban Letak perbedaan yang mendasar antara tugas hakim PTUN dengan tugas hakim diperadilan umum adalah bahwa menurut pasal 80 UUPTUN, hakim PTUN berperan aktif dalammengimbangi dan mengatasi kesulitan seseorang sebagai penggugat dalam mendapatkaninformasi atau data yang diperlukan dari tergugat, mengingat bahwa kedudukan tergugat maupunpenggugat tidak sama. Dalam peradilan umum, hakim tidak mencampuri urusan informasi ataudata yang diperlukan oleh adanya asas keaktifan hakim, apakah hakim Peradilan Tata Usaha Negaradalam melaksanakan tugasnya tidak melanggar asas audi et alteram partem?Jelaskan !Jawaban Tidak, karena keaktifan Hakim PTUN tersebut adalah pada sebelum dimulainya prosespersidangan, yakni pada waktu peggugat mengajukan gugtannya, lebih jelas keaktifan hakimtersebut dapat dijabarkan sebagai berikut nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya dan agarmelengkapi gugatannya tersebut, dapat meminta penjelasan kepada Badan/pejabat TUN yang bersangkutan demilengkapnya data yang diperlukan untuk gugatan panitra pengadilan, memberikan bantuan merumuskan gugatan dalam bentuktertulis kepada mereka yang buta aksara. Pasal 63 dan Penjelasan UUPTUNKeaktifan hakim ini adalah untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan penggugat,karena mengingat bahwa kedudukan penggugat dengan Badan/Pejabat PTUN tidaklah apabila dikaitkan dengan asas audi et alteram partem yang berarti hakim harusmendengar kedua belah pihak, dua hal ini jelaslah tidak saling bertentangan karena padadasarnya pada dasarnya sebelum perkara dibawa secara resmi kemuka persidangan atau sebelumpersidangan hakim bertugas untuk membantu penggugat, namun apabila sudah di dalampersidangan hakim tidak boleh memihak dan harus mendengar kedua belah pihak denganpembuktiannya masing-masing. Karena dapat disimpulkan bahwa tujuan dari asas keaktifan iniadalah menghadirkan keadilan bagi rakyat, dalam hal ini penggugat seimbang dengan ini juga disebut keadilan procedural sehingga nanti dapat meraih keadilan substansial. Prosedurpelayanan informasi di Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru terdiri dari 2 jenis : 1. Prosedur Biasa. 2. Prosedur Khusus . Untuk lebih jelas mengenai tata cara permohonan informasi pada Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru dapat diklik pada tombol dibawah ini . Prosedur Biasa ›› Prosedur Khusus ›› Peradilan tata usaha negara adalah pengadilan yang mengurusi masalah di bawah ini, kecuali A. warga negara dengan warga negara berkaitan dengan asset negaraB. warga negara dengan lembaga negaraC. lembaga negara dengan lembaga negaraD. antara warga negara berkaitan dengan pidana umum​ JawabanD. antara warga negara berkaitan dengan pidana umum​PenjelasanKarena tata usaha negara berkaitan dengan lembaga negara, bukan antar warga negara, karena antar warga negara merupakan sama saja masyarakat dengan masyarakat, sehingga itu merupakan masalah secara privat bukan masalah negara.

Pelanggaran(sengketa) yang bersifat administratif yang bukan mengenai hasil pemilukada, menjadi wewenang Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun), berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 2 huruf (g) Undang-Undang (UU) No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, jo Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) No

Bagaimana caranya melakukan eksekusi terhadap kepemilikan aset yang telah diputuskan berdasarkan putusan Pengadilan Tata usaha Negara yang berkekuatan hukum tetap? Apakah bisa mengajukan permohonan eksekusi terlebih dahulu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara setempat?Terima kasih atas kurang memahami maksud dari pertanyaan ini karena tidak menjelaskan arti sesungguhnya dari kata “kepemilikan” dalam pertanyaan tersebut, apakah kepemilikan dalam arti legalitas “de jure” atau kepemilikan dalam arti “de facto”. Namun melihat konstruksi makna dari pertanyaan tersebut, maka kata “kepemilikan” dalam pertanyaan yang pertama di atas, kami maknai dalam arti “de facto”.Dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha Negara “Pengadilan” bukan merupakan Lembaga Peradilan yang berwenang untuk menentukan kepemilikan secara de facto terhadap suatu aset “benda”. Adapun wewenang Pengadilan adalah untuk memeriksa dan mengadili sah atau tidaknya suatu keputusan tata usaha Negara secara de jure yang diterbitkan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara “Pejabat”, dimana apabila suatu gugatan dikabulkan dengan menyatakan keputusan Pejabat tidak sah, maka Pengadilan dapat menetapkan kewajiban bagi Pejabat yang mengeluarkan keputusan yang sudah dinyatakan tidak sah tersebut untuk mencabut keputusan, atau mencabut keputusan dan menerbitkan keputusan yang baru atau menerbitkan keputusan, namun dalam arti secara legalitas saja secara de jure. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 dan 10 jo. Pasal 53 ayat 1 jo. Pasal 97 ayat 8 dan ayat 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 “UU PTUN”, yang menyatakanPasal 1 angka 9 UU PTUN“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”Pasal 1 angka 10 UU PTUN“Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”Pasal 53 ayat 1 UU PTUN“Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.”Pasal 97 ayat 8 UU PTUN“Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara.”Pasal 97 ayat 9 UU PTUN“Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat 8 berupaa. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; ataub. Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atauc. Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.”Kemudian UU PTUN juga tidak memberikan wewenang kepada Pengadilan untuk menjatuhkan putusan yang berkaitan dengan kepemilikan secara de facto terhadap suatu benda secara langsung, namun dimungkinkan untuk memerintahkan Pejabat untuk menerbitkan keputusan yang baru atau untuk menerbitkan keputusan yang memberikan alas hak kepemilikan secara de jure untuk memperoleh suatu benda tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 8 dan ayat 9 UU PTUN. Artinya, yang dieksekusi dalam Peradilan Tata Usaha Negara bukan kepemilikan aset dalam arti penguasaan fisik de facto, melainkan kepemilikan dalam arti legalitas de jure. Oleh karena itu, apabila suatu gugatan terhadap keputusan Pejabat, misalnya terkait dengan keputusan yang menerbitkan alas hak atas benda untuk dinyatakan tidak sah atau batal, dan oleh Pengadilan dinyatakan dapat dikabulkan dan memerintahkan Pejabat tersebut untuk menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang baru yang memberikan alas hak kepada pihak lain, maka yang dapat dieksekusi adalah penerbitan alas hak kepemilikan benda tersebut secara de jure, bukan penguasaan fisiknya secara de sifat dari putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang hanya mengatur tentang legalitas keputusan Pejabat secara de jure, maka menjawab pertanyaan di atas, tidak dimungkinkan untuk melakukan eksekusi terhadap kepemilikan aset secara de facto yang telah diputuskan berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkekuatan hukum tetap. Karena selain bukan domain dari Pengadilan Tata Usaha Negara, juga karena tidak diatur dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa obyek perkara yang diadili oleh Peradilan Tata Usaha Negara adalah terkait legalitas keputusan Pejabat secara de jure. Oleh karena itu, guna pelaksanaan atau eksekusi putusan Pengadilan dibutuhkan kesadaran secara sukarela dari Pejabat untuk melaksanakan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tersebut. Lalu, bagaimana jika Pejabat tersebut tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan Pengadilan dimaksud?Dalam UU PTUN, untuk menjamin kepastian hukum, diatur mekanisme mengenai pelaksanaan atau eksekusi putusan Pengadilan secara sukarela maupun secara paksa, yaitu1. Untuk jenis putusan Pengadilan yang memerintahkan Pejabat untuk mencabut keputusan tata usaha Negara yang disengketakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 8 jo. ayat 9 huruf a. UU PTUN, dikenakan batas waktu bagi Pejabat untuk melaksanakan putusan tersebut, yaitu paling lama 60 enam puluh hari kerja sejak Pejabat tersebut menerima putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Apabila setelah 60 enam puluh hari kerja, ternyata Pejabat tidak bersedia secara sukarela melaksanakan isi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu, maka secara otomatis, keputusan tata usaha Negara yang disengketakan tersebut, demi kepastian hukum, tidak memiliki kekuatan hukum lagi Pasal 116 ayat 2 UU PTUN.2. Untuk jenis putusan Pengadilan yang memerintahkan Pejabat untuk mencabut keputusan tata usaha Negara yang disengketakan dan memerintahkan Pejabat untuk menerbitkan keputusan tata usaha Negara yang baru atau memerintahkan Pejabat untuk menerbitkan keputusan tata usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 8 jo. ayat 9 huruf b. dan huruf c. UU PTUN, dikenakan batas waktu bagi Pejabat untuk melaksanakan putusan tersebut, yaitu paling lama 90 sembilan puluh hari kerja sejak Pejabat tersebut menerima putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap Pasal 116 ayat 3 UU PTUN. Apabila setelah 90 enam puluh hari kerja, ternyata Pejabat tidak bersedia secara sukarela melaksanakan isi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu, maka pihak yang berkepentingan dalam hal ini Penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan, supaya Ketua Pengadilan memerintahkan Pejabat tersebut untuk melaksanakan putusan Pengadilan dimaksud. Jika Pejabat itu tetap tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan dimaksud, maka tanpa perlu dimohonkan oleh pihak yang berkepentingan dalam hal ini Penggugat, Ketua Pengadilan berkewajiban untuk a. Menjalankan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan atau sanksi administrative kepada dan atau terhadap Pejabat yang tidak bersedia melaksanakan isi putusan Pengadilan tersebut Pasal 116 ayat 4 UU PTUN; danb. Mengumumkan pada media massa cetak setempat tentang hal tidak dilaksanakannya putusan Pengadilan dimaksud Pasal 116 ayat 5 UU PTUN; danc. Mengajukan pelaksanaan putusan Pengadilan dimaksud kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi supaya Presiden memerintahkan Pejabat tersebut melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap itu Pasal 116 ayat 6 UU PTUN; sertad. Memberitahukan hal tidak dilaksanakanya putusan Pengadilan kepada lembaga perwakilan rakyat, supaya lembaga perwakilan rakyat dapat menjalankan fungsi pengawasannya Pasal 116 ayat 6 UU PTUN.Sebagai referensi, Anda dapat juga membaca artikel Masalah Eksekusi Paksa Putusan PTUN dan Pengadilan Tata Usaha kiranya jawaban kami atas pertanyaan anda, semoga dapat memberi pemahaman dan HukumUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009.
PengadilanTata Usaha Negara sebagai salah satu badan peradilan khusus yang berada di bawah Mahkamah Agung, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana di ubah dengan Undang-undang nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam Pasal 47 mengatur tentang kompetensi PTUN dalam
3. Apa Contoh Perwujudan Checks and Balances System dalam UUD NRI 1945? 1. Pasal 5 ayat 1 jo pasal 21 ayat 1 UUD NRI 5 1Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan 21 1Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan Undang-undang. 13 ayat 1 dan ayat 2 UUD NRI 1945.1 Presiden mengangkat Duta dan Konsul.2 Presiden menerima Duta negara lain. 3. Pasal 14 ayat 1 UUD NRI memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. 4. Kenapa Perlu Dilakukan Peneguhan atau Penguatan Sistem Presidensiil Dalam Amandemen UUD 1945? 1. Kekuasaan EksekutifKekuasaan eksekutif terlalu besar tanpa disertai check and balances yang memadai, sehingga UUD 1945 sering disebut executive heavy dan itu akan menguntungkan bagi siapa saja yang menjadi presiden. 2. Pembentukan UU Oleh PresidenUUD 1945 memberikan atribusi kewenangan yang terlalu besar kepada presiden untuk mengatur berbagai hal penting dengan undang-undang. Akibatnya banyak undang-undang yang substansinya hanya menguntungkan si pembentuknya, padahal secara peran fungsi presiden adalah lembaga eksekutif. Lihat Pasal 5 ayat 1 UUD 1945. 5. Apa Perbedaan Karakteristik Pengawasan Perda yang Preventif dengan yang Bersifat Represif? 1. Pengawasan perda preventifPengawasan oleh pejabat yang berwenang sebelum perda berlaku, berkaitan dengan pengesahan. Mencegah penyimpangan sejak awal, ditindaklanjuti untuk pembetulan. 2. Pengawasan perda represifPengawasan oleh pejabat berwenang setelah perda berlaku. Hasilnya berbentuk penangguhan berlaku atau pembatala, bisa mengajukan keberatan. 6. Apa Arti Pentingnya Undang-Undang Sebagai Instrumen Utama Dalam Negara Hukum Indonesia? 1. Membatasi kekuasan pemerintah secara tegas dan jelas, baik dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal maupun horizontal. 2. Melindungi dan membatasi hak-hak dasar manusia. Apabila dalam suatu negara HAM terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti sesungguhnya. 7. Apa Pengertian Partai Politik? a. Partai politik adalah cerminan hak politik yaitu kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan Parpol adalah suatu organisasi yang disusun secara rapi dan stabil yang dibentuk oleh sekelompok orang secara sukarela dan mempunyai kesamaan kehendak, cita-cita, dan persamaan ideologi tertentu dan berusaha untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum untuk mewujudkan alternatif kebijakan atau program-program yang telah mereka susun. 8. Apakah Fungsi Fit and Proper Test dalam Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian? Demi tujuan…a. liat kemampuan serat keahlian seseorang pengurus dalam menghasilkan struktur managemen yang baik agar resik dalam usaha perbankan dapat diminimalisasi. b. menegakkan prinsip-prinsip dalam dunia perbankan diperlukan Management yang profesional yang disain dari fit and proper test. 9. Gimana Cara Pembatasan Partai Politik agar Ga Melanggar Hak Politik Konstitusional Warga Negara? Pada dasarnya pembentukan parpol ga boleh dibatasi karena merupakan hak-hak fundamental. Harus dibedakan parpol dengan parpol peserta pemilu. Parpol adalah sekumpulan orang, sekumpulan menunjukkan sudah ada pembatasan bukan perseorangan. Ketika parpol bertransformasi menjadi peserta pemilu, kita akan mengenal sistem pemilu. Ada proses alamiah untuk men-filter. Agar ga melanggar hak politik warga negara dengan cara modifikasi sistem pemilu, ada ambang batas jumlah kursi di parlemen. Inilah yang dikatakan secara alamiah sebagai penyederhanaan. 10. Apakah Perbedaan Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan? 1. DesentralisasiAnggaran, perencanaan, evaluasi, semuanya diserahkan ke DekonsentrasiPerencanaan dan evaluasi dari Tugas pembantuanyang diserahkan hanya pelaksanaan pekerjaan, semua masih ada perencanaan, keuangan, evaluasi di pemberi wewenang. 11. Apa Arti Desentralisasi? Desentralisasi adalah penyerahan Kekuasaan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas ini sesuai dengan Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 12. Apa Arti Desentralisasi? Dekonsentrasi Belanda deconcentratie, Prancis deconcentration adalah sebuah kegiatan penyerahan berbagai urusan dari pemerintahan pusat kepada badan-badan lain menjelaskan bahwa dekonsentrasi itu merupakan pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah ini tercantum di dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974. 13. Apa Arti Tugas Pembantuan? Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. 14. Apa Alasan Perlunya Pengujian Undang-Undang? Indonesia menganut konstitusionalisme, dimana konstitusi diletakkan sebagai hukum tertinggi. Konstitusi mengandung semangat atau gagasan dibalik gagasan pembatasan kekuasaan didalamnya. Pembatasan kekuasaan dilakukan dengan cara separation of power pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan ini diturunkan dalam sebuah kekuasaan membentuk undang-undang. Tapi…… ternyata hal ini mengandung tirani mayoritas yang belum tentu sesuai dengan masyarakat. Untuk itu perlu dikontrol dengan pengujian undang-undang. Meskipun dihasilkan oleh proses demokrasi dan transparan. Tetep aja ada kemungkinan bertentangan dengan kepentingan umum. 15. Apakah TAP MPR dapat di Judicial Review? Ada 2 jawaban1. TidakTAP MPR tidak bisa dijudicial reviewKarna dalam tata urutan peraturan perundang-undangan dalam pasal 7 ayat 1 UU No. 12 tahun TAP MPR berada diatas ada lembaga yang berwenang untuk melakukan judicial review TAP terhadap TAP MAKewenangan menguji peraturan perundang-undangan dibawah 24A UUD NRI MKKewenangan menguji undang-undang terhadap 24 C ayat 1 UUD NRI 1945 2. YaSeperti udah dijelasin diatas maka ada kekosongan hukum. Maka untuk itu ada 1 lembaga yang bisa men-judicial review TAP MPR yaitu MK. ++ 16. Dalam Putusan MK No. 5/PUU No4/2006 Menyebutkan bahwa Komisi Yudisial Berwenang Mengawasi Keseluruhan Hakim, Terkecuali Hakim MK. Apakah Alasannya? Aspek maksud asli pembuat UUD. Ga termasuk hakim MK, buktinya dalam sistematika UUD 1945a. 24A isinya tentang MAb. 24B isinya tentang KYc. 24C isinya tentang MK Hal tersebut menunjukkan keruntutan fikir, ga memasukkan KY untuk mengawasi hakim MK diawali oleh KY, maka akan berpengaruh pada interdepedensi MK, salah satu wewenangnya adalah memutus sengketa antar KY yang bersengketa. MK akan mengalami tumpah tindah. Lembaga yang diawasi mengadili yang menjadi pengawasnya. 17. Dalam UUD NRI 1945 Bab IX Terdapat 3 Lembaga Negara yaitu Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Dari 3 Lembaga Negara Tersebut, Manakah Organ Kekuasaan Kehakiman? Hanya Mahkamah Agung dan Mahkamah Yudisial bukan organ kekuasaan konsep kekuasaan kehakiman adalah selama lembaga menjalankan peradilan, maka lembaga tersebut adalah organ dari kekuasaan kehakiman. Produk kekuasaan kehakiman berupa putusan ato vonis, sedangkan Komisi Yudisial ga mengeluarkan produk putusan. 18. …
KOMPETENSIPERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si* I. PENDAHULUAN Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dimulai dengan lahirnya Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Pengaturanmengenai Upaya Hukum Banding ditemui dalam Pasal 131 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, juga merujuk padal Pasal 55 ayat (2) jo. Pasal 46 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pihak yang tidak setuju dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (dalam Sengketa
PeradilanTUN dalam Konteks UU No.30 Thn 2014, Philipus Hadjon 57 1999 tentang Penyenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pasal 3 tersebut memuat asas-asas umum penyelenggaraan negara. Jadi bukan aupb. Hal itu dikutip juga dalam Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara buku
PEDOMANTEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008 MAHKAMAH AGUNG RI 2008 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar .. Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA/032/SK/IV/2007 Tentang : Memberlakukan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan .. 116UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. pihak tergugat belum melaksanakan kewajiban melaksanakan putusan sebagaimana tertera dalam Melihat pemikiran-pemikiran di atas, yang menjadi pertanyaan sekarang adalah Indonesia masuk dalam sistem hukum . rechtstaat (Eropa Kontinental) atau . epA2r.
  • l0e1o4v46i.pages.dev/129
  • l0e1o4v46i.pages.dev/630
  • l0e1o4v46i.pages.dev/294
  • l0e1o4v46i.pages.dev/319
  • l0e1o4v46i.pages.dev/69
  • l0e1o4v46i.pages.dev/904
  • l0e1o4v46i.pages.dev/408
  • l0e1o4v46i.pages.dev/843
  • l0e1o4v46i.pages.dev/991
  • l0e1o4v46i.pages.dev/268
  • l0e1o4v46i.pages.dev/809
  • l0e1o4v46i.pages.dev/284
  • l0e1o4v46i.pages.dev/573
  • l0e1o4v46i.pages.dev/181
  • l0e1o4v46i.pages.dev/473
  • pertanyaan tentang peradilan tata usaha negara